Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peringatan Hari Santri Nasional 2020 di Jateng Digelar Virtual

Kompas.com - 23/10/2020, 23:50 WIB
Riska Farasonalia,
Dony Aprian

Tim Redaksi

SEMARANG, KOMPAS.com - Momentum peringatan Hari Santri Nasional yang jatuh pada 22 Oktober kali ini terasa berbeda yakni digelar secara virtual.

Meskipun masih dalam situasi pandemi, namun tak menyurutkan niat dari perwakilan para santri untuk mengikuti rangkaian diskusi bertajuk "Santri Sehat Indonesia Kuat, Jogo Santri di Masa Pandemi Covid-19."

Salah satu perwakilan santri dari Pondok Pesantren Al-Uswah Kota Semarang Adestya Hera Sabila mengaku pondok pesantrennya mulai menerapkan kebiasaan baru untuk mencegah penyebaran Covid-19.

Baca juga: Hari Santri Nasional di Tengah Pandemi Covid-19, Pesantren dan Santri Harus Bangkit

Salah satu di antaranya yakni tradisi cium tangan oleh para santri kepada kiai dan nyai kini ditiadakan.

Selain itu, budaya pesantren yang menerapkan hidup sehat dan bersih makin diperketat.

"Apabila semula kami biasa saling pinjam-meminjam barang, kini juga dilarang. Bila ada santri yang tidak mengenakan masker, akan dihukum membersihkan lingkungan pesantren," katanya dalak diskusi webinar, Kamis (22/10/2020).

Hal senada juga diungkapkan oleh perwakilan santri dari Pondok Pesantren Al-Falah Amin Miftakhus Soleh.

"Kami dibimbing untuk menerapkan protokol kesehatan di pesantren," tuturnya.

Dalam kesempatan tersebut, Sekretaris Rabithah Ma'ahid Islamiyah (RMI) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jateng Kiai Abu Choir mengungkapkan, pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan yang mandiri sehingga berbeda dengan lembaga pendidikan umum lainnya.

Untuk itu, dalam menangani penyebaran Covid-19 di pondok pesantren membutuhkan stimulasi.

"Maka ponpes jangan hanya dijadikan objek. Sebab ponpes memiliki budaya sendiri. Lebih tepat bila ponpes sebagai subyek," katanya.

Baca juga: Hari Santri Nasional 2020, Wapres: Pesantren Harus Bangun Tak Boleh Tidur

Menurutnya, jumlah paparan Covid-19 seperti fenomena gunung es.

Hal ini disebabkan karena pesantren cenderung tertutup. 

"Ada ketakutan pesantren harus tutup jika ada kasus santri yang terpapar Covid-19. Sebenarnya pandemi ini adalah persoalan bersama, bukan hanya pesantren. Harus ada keterbukaan agar ada tindakan yang diperlukan," ungkapnya.

Dia menjelaskan, untuk menangani kasus Covid-19 di pesantren pendekatannya memang harus berbeda dengan masyarakat umum.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com