Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Joseph Osdar
Kolumnis

Mantan wartawan harian Kompas. Kolumnis 

Kisah Marta, “Ciblek Lawang Sewu” (BAGIAN I)

Kompas.com - 05/09/2019, 08:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MINGGU pagi, jam 09.00, 28 Juli 2019 lalu, halaman luar gedung Lawang Sewu di Semarang, Jawa Tengah, telah dipadati banyak turis lokal. Sebagian besar, mereka berasal dari Jakarta, Bogor, Depok dan Bekasi (Jabodetabek).

Pagi itu saya datang ke tempat ini untuk menemui Manajer Lawang Sewu, Trisnawati. Sebelumnya, di Museum Kereta Api Ambarawa, Willem I, kami berjanji untuk bertemu di Lawang Sewu. Pada jam yang kami sepakati, Trisnawati belum muncul.

Ketika menunggu di lobi Lawang Sewu, saya jumpa seorang perempuan berbaju serba kuning yang saya duga berusia 60-an. “Ibu turis lokal dari Jakarta ?” tanya saya padanya.

Baca juga:
Dari Lawang Sewu hingga Gedung Birao Tegal, Jejak Persaingan Bisnis Transportasi Kereta Api (BAGIAN II)
Warisan Sejarah Perebutan Kue Pembangunan Transportasi Kereta Api (BAGIAN III - Habis)

“Oh saya turis dari Tangerang, Banten, yang datang sendiri, bukan rombongan,” jawabnya. Setelah saya memperkenalkan diri sebagai wartawan, perempuan itu mengatakan, “Saya Marta.”

Kami terlibat dalam tanya jawab sambil berdiri di dekat sebuah tugu kecil putih dengan tulisan, “C.C.DAUM...”.

Nampaknya Bu Marta senang bercerita. “Kebetulan kalau Bapak seorang wartawan. Tolong ditulis dong cerita saya secara apa adanya,” ujarnya. “Oh ya, tentu,” jawab saya berjanji.

Marta mengaku dirinya sekarang menjadi aktivis kelompok yang bergerak di bidang rohani di lingkungan tempat tinggalnya saat ini. Sekitar 60 tahun lalu Marta tinggal di wilayah Demak, beberapa kilometer timur kota Semarang.

“Kakek saya dulu cerita, nenek moyangnya, orang Tionghoa dari Singkawang, Kalimantan Barat. Oleh orang-orang Belanda, ayahnya kakek saya dibawa ke Semarang untuk jadi kuli yang membuat rel kereta api di Kedungjati,” kisah Marta.

Marta mengatakan, kedua orangtuanya sangat miskin, sehingga ketika masih berusia 14 tahun, dia harus berjualan nasi bungkus setiap malam di wilayah bunderan Tugu Muda Semarang, depan Lawang Sewu.

“Banyak laki-laki iseng menjahili saya ketika saya berjualan. Bahkan teman-teman saya sendiri banyak yang memanggil saya ciblek, padahal saya bukan ciblek,” ujar Marta.

Kosakata ciblek diyakini berasal dari kalimat “cilik betah melek” (bahasa Jawa artinya secara harafiah, kecil tahan tidak tidur malam). Sebenarnya ciblek adalah sebutan untuk anak-anak usia remaja yang jadi pekerja seks di wilayah Semarang.

“Kalau saya sedih karena disebut ciblek, saya menangis dan selalu mentelengi (Jawa, artinya mengamati) gedung Lawang Sewu ini," katanya.

Suatu hari, di malam acara perayaan 17 Agustus, Marta memandangi Lawang Sewu setelah temannya memanggil dia ciblek Lawang Sewu. Ketika Marta menangis dan memandangi Lawang Sewu, seorang bapak-bapak berpakaian bagus mendatanginya.

"Dia memberi uang Rp 40.000. Sebagai imbalan, saya sodorkan delapan bungkus nasi yang saya bawa, tapi ditolak bapak itu. Malah, bapak itu langsung pergi. Dia menduga saya nangis karena nasi bungkus saya tidak laku,” begitu cerita Marta.

Ketika pulang ke rumahnya, sekitar jam 02.00 pagi, kedua orangtuanya masih bangun, belum tidur. Kedua orangtuanya masih bercerita dengan tante Marta (adik ayah Marta) yang baru datang dari Jakarta.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com